Saya tidak habis pikir, benar-benar hilang ide dan kata, ketika mendengar, membaca dan melihat berita di tipi bahwa ada tiga artis yang diduga (praduga tak bersaalah) yaitu: Marcella Zalianty, Ananda Mikola dan Moreno Suprapto. Budaya premanisme memang lekat sepertinya di mana pun di Indonesia. Mereka yang seringkali menyebut diri mereka sebagai public figure, pun ternyata tak lepas dari premanisme kalau berita di atas benar adanya.
Budaya premanisme, di mana orang-orang mengggunakan cara-cara preman (kekerasan) dalam menyelesaikan masalah tentu nya cara yang tidak dapat di benarkan. Siapapun pelakunya, entah itu public figure, pejabat, mahasiswa, dan seluruh orang di Indonesia, akan terlihat seperti orang bodoh, in my humble opinion, karena mereka seperti tidak punya pikiran, otak, untuk berbuat yang lebih manusiawi, lebih terhormat daripada sekedar maen pukul, tendang, sekap, culik. Ah,……what a shame……
Saatnya mengerti dan menyadari, kita menjadi kerdil, menjadi bangsa yang lemah dan terus melemah tiap hari nya, salah satu nya karena ini. Dimana hukum rimba menjadi pilihan ketika hukum nasional yang sedang digalakkan law enforcement nya, dilalaikan, dikesampingkan dan terbuang dengan sendirinya.
Selamat hari jumat saudara, masih adakah keinginan mu maen preman-preman an?
16 responses to “Budaya Premanisme”
Farid Yuniar
December 5th, 2008 at 09:40
saya bukan preman!!!!!!!!!!
itikkecil
December 5th, 2008 at 09:53
memalukan memang….
hari gini masih pake mental preman…
mereka lupa bahwa kontrol masyarakat terhadap penegakan hukum (apalagi terhadap para selebritis) itu luar biasa kuat
Farid Yuniar
December 5th, 2008 at 22:26
mereka mungkin jumawa mba. Pake kata-kata keramat: “Mentang-mentang”
Taruma
December 6th, 2008 at 09:06
ha? siapa yang mau maen preman-premanan. hehehehe.
Hmm, mungkin emosinya gak bisa diatur. Lagian, kalo bener2 gak bisa terkontrol, bisa ajah bunuh orang. Bukan masalah, gak punya otak atau apalah. Melainkan, situasi dan emosi sang pelaku yang udah kelewat batas.
Farid Yuniar
December 6th, 2008 at 12:28
justru itu. Emosi, otak, agama, atau bisa digantikan dengan EQ, IQ, ESQ adalah tiga pilar utama orang untuk berbuat…apalagi kalo udah menyangkut paut dengan kekerasan dan mengebiri hak-hak orang lain.
Masalah utang, kan bisa lapor polisi?. Udah banyak contoh. Ini malah preman…..hehe
FaNZ
December 7th, 2008 at 03:52
itu seleb apa tukang pukul?
lisa
December 7th, 2008 at 21:22
kesian sama marsela-nya. di penjara ada salon ga ya??
pepito
December 7th, 2008 at 21:45
ehm. menurutku penggemblengan disiplin antara senior-junior di beberapa instansi dan ada beberapa yang akrab dengan telinga kita,atau mungkin pernah kita rasain sendiri, itu masuk ke kategori premanisme..
bingung sih. semua orang indonesia rata-rata terlalu naif mau mengakui dirinya ‘bersih’ dari premanisme. beda konteks cuma sama arahnya.. yah memang sulit melepaskan diri dr premanisme
yang berpendidikan sekalipun
~hoho~
farid yuniar
December 7th, 2008 at 22:03
@ lisa:
seperti nya ha ada…tapi ga tau dink…haha
@pepito:
memang bias vit. Premanisme yang dipermaklumkan, hehe….
Kalo Marcella itu premanisme tidak terampunkan…..hem…..
wennyaulia
December 8th, 2008 at 00:45
ah pito boong tu… 😆
lalu, adakah istilah preman baik dan preman jahat nantinya?
Farid Yuniar
December 9th, 2008 at 18:02
engga ada. Preman yo preman wen……
geRrilyawan
December 8th, 2008 at 01:21
jangan-jangan emnag budaya bangsa kita sebenernya kayak gitu…jadi ramah tamah dan gotong royong tuh cuma kedok doang…
jangan-jangan…
Farid Yuniar
December 9th, 2008 at 18:02
engga lah. Itu bukan budaya bos, lebih kebiasaan buruk karena faktor turun temurun di turunkan…..
jensen99
December 8th, 2008 at 18:15
Moreno akhirnya gak jadi tersangka ya?
Gimana ya~ Kalo masalahnya dah utang-piutang gitu pilihannya biasanya cuma sita harta atau maen preman (kalo harus uang).
Sudah berhutang, dianiaya pula. Kasian Agung Setiawan tuh…
Farid Yuniar
December 9th, 2008 at 18:01
hehe…..gitu kali ya bang…..
bintangcomp
January 7th, 2009 at 11:14
POLISI = PREMAN, MENURUT KAMU ???!!!
Ikatan pertalian antara aparat dengan preman bak sepasang kekasih yang saling mencinta, yang satu sama lain saling mendukung untuk memnuhi kebutuhan diri mereka sendiri.
Entah angin apa yang memberanikan aku untuk menulis narasi ini kepadamu, aku tidak tahu. Yang jelas, saat demokrasi mulai berjalan pada lintasannya, aku memberanikan diri menayampaikannya.
Polisi ataukah preman, bagai pinang yang tak terbelah, dalam suatu simbiosis mutualisme. Antara mereka hanya terbatas legalitas setinggi pundak kita. Sebagai pihak keamanan, mereka bersama sama-sama berada di antara kita, tembok berlapis baja tebal dan kuat saling melapisi, saling dukung-menduung sehingga kita sebagai masyarakat kecillah yang di rugikan. Andai kata kerbau, burung jalak adalah penegak hukumnya.
“Aku kan tetap siap sedia disana sekalipun engkau tak membutuhkanku.” mungkin itulah kiasan polisi yang membekingi illegal logging Jambi. Mengintip ke depan, perjudian Riau, menyeret enam jendral besar. Dan apabila hati masing-masing ( polisi dan preman) mulai berdengan kasih, dengan mata saling berkedipan, mereka mengisyaratkan code cinta melegalkan perjudian.
Terserah mereka!! aku tak bisa berbuat banyak. Namun aku akan sangat senang apabila jalinan kasih diantara mereka terputus.
“Cinta palsu berbaju kepura-puraan, berhias muslihat, dan terlihat penuh kebusukan”
harapku, semoga ini menjadi cambuk bagi kepolisian untuk bekerja lebih baik lagi.
sumber : http://www.asyiknyaduniakita.blogspot.com